TENTANG HADIS QUDSI




semoga bermanfaat
Membedakan Hadist Qudsi dengan
Al Quran
Dari referensi yang saya baca,
disebutkan bahwa hasist qudsi itu
adalah yang berasal langsung dari wahyu
Allah, apa bedanya dengan
Alqur'an? Berdasarkan
apa wahyu Allah itu ditulis dalam
Alquran dan di tulis sebagai hadist
Qudsi? Syukron katsir atas jawabannya.



Jawaban:
Assalamu `alaikum Wr. Wb.
Hadits Qudsi kedudukannya adalah sama dengan hadist
nabawi yaitu perkataan
Rasulullah SAW. Yang
membedakannya adalah bahwa
dalam hadits itu disebutkan
bahwa Allah SWT berfirman, atau Rasulullah SAW meriwayatkan
dari Tuhan-Nya
dan keterangan sejenis.
Firman Allah dalam hadits qudsi
itu diredaksikan kembali oleh
Rasulullah SAW ketika menyampaikan kepada
para shahabat. Sehingga hadits
Qudsi meski
bersumber dari Allah
sebagaimana hadits nabawi,
namun dari segi keredaksian bukanlah murni dari firman Allah
SWT. Karena itu hadits Qudsi
bukan
Al-Quran.
Dalam Al-Quran Al-Kariem,
Rasulullah SAW tidak diberi wewenang untuk
'mengintervensi` redaksional
firman Allah itu. Itu adalah salah
satu metode
untuk membedakan apakah dia
Al-Quran, atau hadits Qudsi. Selain itu tentunya Rasulullah SAW
sebagai seorang Nabi -bahkan
junjungan
para nabi- pasti dengan mudah
mengetahui dan membedakan
mana klasifikasi wahyu yang beliau terima
sebagai Al-quran dan sebagai
hadits. Yang jelas,
kepada para shahabat beliau,
apapun yang beliau sampaikan
selalu diberikan keterangan selengkapnya,
apakah itu termasuk ayat Al-
quran atau hadits
nabawi atau sekedar pendapat
pribadi beliau (ijtihad). Kalau ayat
Al-Quran, beliau jelaskan termasuk surat
apa dan ayat nomor berapa.
Begitu juga hadits
dan lainnya. Sehingga
kemungkinan ayat dan hadits itu
tertukar adalah 0 %. Dan sangat tidak layak bagi
seorang nabi dan juga para
shahabat salah dalam
menetukan ayat Quran dan
hadits.
Selain itu, hadits Qudsi bisa dibedakan dengan ayat al-Quran
dengan : 1. Al-Quran Al-Kariem itu jelas
dan pasti serta terdaftar
dengan cermat di
kepala para shahabat bahkan
sebagian besar mereka telah
menghafalnya. Setiap ramadhan, Rasulullah SAW selalu
dites oleh Jibril as. Atas hafalan
beliau
itu. Para shahabat pun selalu
menghafal luar kepala ayat-ayat
Al-Quran bahkan mereka tahu persis
kapan dan mengapa ayat-ayat itu
turun. Sehingga
menjadi satu cabang displin ilmu
tersendiri yaitu "asbabun-nuzul".
Cukup mendengar ujung kalimat atau lafaz, maka para shahabat
Rasulullah SAW
bisa dengan mudah memastikan
bahwa itu termasuk ayat Al-
Quran atau bukan.
Bahkan hal itu tetap bisa dilakukan hingga hari ini oleh
umat Islam yang
mengenal Al-Quran. 2. Tata bahasa dan keindahan
ayat Al-Quran itu sangat
spesifik dan tidak
bisa ditiru. Seorang arab dengan mudah bisa membedakannya
apakah itu keluar
dari mulut penyair atau itu
memang wahyu yang turun.
Bahkan meski ucapan itu
keluar dari mulut Rasulullah SAW sekalipun tapi karena redkasinya
hanya
berasal dari diri beliau sendiri,
maka bisa dengan mudah
dibedakan dengan
ayat Al-Quran Al-Kariem. Dan untuk membedakannya,
tidak perlu harus seorang muslim
atau shahabat,
bahkan orang-orang arab
jahiliyah yang memusuhi
Rasulullah SAW pun bisa dengan mudah membedakannya.
Karena itu maka kita bisa
membaca dalam sirah nabawiyah
adanya pemuka kafir
quraisy yang sering tanpa sadar
asyik mendengarkan ayat-ayat Al-Quran
sehingga mereka malu untuk
mengakuinya. Dalam telinga
orang-prang arab itu,
nyata benar perbedaan wahyu
Allah (AL-Quran) itu dengan perkataan manusia.
Oleh karena itu, Al-Quran sendiri
menantang siapapun untuk bisa
menandingi
bahasa dan keindahannya itu,
walau hanya dengan sepuluh surat, satu surat
bahkan hanya satu ayat saja.
Namun hingga hari ini sejak 1400
tahun yang
lalu, tak satupun yang bisa
menjawab tantangan itu. 3. Memalsu hadits nabawi
adalah hal yang bisa
dikerjakan oleh para zindiq
dan munafiqin. Meski demikian para ulama mamppu menciptakan
sistematika dan
metodolgi untuk menyaring
hadits itu dari kepalsuan dan
kelemahan
periwayatan. Tapi khusus Al- Quran, maka memalsukannya
bukan perkara yang
mudah. Karena ayat-ayat Al- Quran itu telah diriwayatkan
secara mutawatir
oleh sejumlah perawi yang
sangat banyak jumlahnya di
segala peringkatnya
(thabaqat) di tempat yang berjauhan dimana secara logika
mustahil mereka
sepakat untuk berbohong. Semua
ayat Al-quran itu diriwayatkan
secara
mutawatir, sedangkan hadits nabawi atau Qudsi itu bisa saja
diriwayatkan
secara ahad.
Wallahu A`lam Bish-Showab,
Wassalamu `Alaikum
Warahmatullahi Wa Barakatuh.